Kelahiran seorang bayi, memiliki makna yang sakral dalam kehidupan sosial masyarakat tradisional kita. Di setiap daerah di indonesia, hadirnya seorang bayi dalam lingkungan keluarga, seringkali disambut dengan suatu upacara atau ritual khusus. Prosesi upacara yang berkaitan dengan daur kehidupan ini, biasanya sarat akan simbol-simbol dan nilai-nilai religi atau kepercayaan.
Salah satu upacara yang berkaitan dengan kelahiran seorang bayi adalah upacara pemberian nama. Setelah bayi dilahirkan dari rahim ibunya, merupakan kewajiban bagi orangtua untuk memberikan nama yang baik kepada bayinya.
Upacara pemberian nama anak dalam tradisi masyarakat adat Banjar, Kalimantan Selatan, dikenal sebagai upacara “Mangarani Anak". Secara lengkap, visualisasi dari upacara ini dapat Anda lihat di program RITUS yang ditayangkan oleh Borneo TV.
Pada masyarakat Banjar, pemberian nama kepada seorang anak dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama, dilakukan langsung oleh bidan yang membantu kelahiran anak tersebut. Proses ini terjadi, saat bidan melakukan pemotongan tangking atau tali pusat. Pada saat itulah, bidan akan memberikan nama sementara yang diperkirakan cocok untuk anak tersebut.
Sewaktu pemotongan tangking atau tali pusat bayi, bidan akan memasukkan atau melantakkan serbuk emas dan serbuk intan ke dalam lubang pada pangkal pusat sang bayi. Hal ini dimaksudkan, agar sang bayi kelak ketika dewasa memiliki semangat yang keras dan kehidupan yang berharga, selayaknya disimbolkan oleh sifat intan dan emas.
Setelah Islam masuk ke tanah Banjar, proses mangarani anak ini, berkembang secara resmi menjadi sebuah ritual islami yang disebut dengan batasmiah, dari kata tasmiyah dalam bahasa arab, yang artinya membaca bismillah. Pemberian nama anak pada tahap kedua ini, kini menjadi ritual yang umum dilaksanakan oleh masyarakat adat Banjar. Biasanya, ritual ini dilakukan setelah bayi berumur 7 hari atau setelah tali pusatnya mengering dan terlepas dari pangkal pusat.
Kentalnya pengaruh islam dalam kebudayaan masyarakat banjar, menyebabkan proses upacara mangarani anak ini, seringkali dilakukan dalam satu rangkaian dengan upacara aqiqah, yaitu pemotongan kambing sebagai hewan kurban untuk disedekahkan kepada fakir miskin dan kaum kerabat, sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME atas karunia seorang anak. Selain itu, upacara inipun disertai pula dengan upacara tapung tawar, yaitu memercikkan minyak khusus kepada bayi dan ibunya, diiringi oleh do’a-do’a penolak bala dari para tetua masyarakat dan sanak saudara. Dengan demikian, upacara mangarani anak ini, sarat akan nilai-nilai, baik nilai keagamaan maupun sosial-kultural.
Kelengkapan utama yang harus dipersiapkan dalam upacara ini disebut sebagai piduduk, terdiri dari :
- Minyak likat baburih, yaitu minyak yang dimasak dari minyak kelapa dicampur bunga-bungaan dan lilin.
- Beras, gula merah, air kelapa, dan sebuah gunting.
Dalam kepercayaan masyarakat banjar, bahwa nama yang diberikan kepada seorang anak akan berdampak bagi kehidupannya di masa yang akan datang, karena nama adalah sebuah doa, yang merefleksikan sebuah harapan akan kehidupan yang baik bagi sang bayi kelak. Sehingga, seringkali para orangtua meminta bantuan kepada tokoh adat atau alim ulama atau patuan guru dalam menentukan baik tidaknya nama yang akan diberikan, sekaligus memimpin jalannya prosesi upacara.
Tahapan awal dari upacara mangarani anak adalah pembacaan ayat-ayat suci al qur’an. Selain bernilai ibadah, pembacaan ayat-ayat suci al qur’an ini dimaksudkan agar sejak kecil sang bayi mengenal al qur’an yang merupakan kitab panduan bagi kehidupan umat muslim. Sehingga diharapkan kelak, kehidupannya akan sesuai dengan norma-norma yang terkandung dalam kitab suci al qur’an.
Prosesi selanjutnya adalah pemberian nama kepada sang bayi atau tasmiyah sekaligus aqiqah. Prosesi ini dipimpin langsung oleh patuan guru dalam tatacara menurut ajaran islam.
Setelah nama yang telah ditentukan resmi diberikan kepada sang bayi, prosesi dilanjutkan dengan pembacaan do’a-do’a yang dimaksudkan agar sang bayi, orangtua, dan keluarganya, mendapatkan keselamatan dan rahmat dari Tuhan YME.
Prosesi selanjutnya, adalah pemotongan sebagian kecil dari rambut sang bayi. Hal ini merupakan simbol dari menghilangkan gangguan dan pengaruh buruk yang mungkin akan mengiringi sang bayi. Nantinya, potongan rambut ini harus dibeli oleh salah satu sanak saudara dari orantua sang bayi, dengan cara barter atau menukarkan potongan rambut tersebut dengan sesisir pisang emas. Hal ini dimaksudkan agar pengaruh buruk tersebut tergantikan dengan kebaikan dan kesejahteraan yang dilambangkan oleh pisang emas.
Selanjutnya, patuan guru mengoleskan sedikit gula merah yang telah dicelupkan ke dalam air kelapa ke bibir sang bayi. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol pengenalan manis pahitnya kehidupan dunia dan mengandung harapan agar hidup sang bayi kelak berguna bagi kehidupan masyarakat seperti sifat kedua benda tersebut. Selain itu, gula merah dan air kelapa merupakan simbol darah merah dan darah putih dalam tubuh sang bayi, sehingga diharapkan nantinya sang bayi diberikan kesehatan tubuh sepanjang hidupnya. Tahapan ini juga dimaksudkan untuk mengajari dan merangsang kemampuan sang bayi mengisap makanan yang nantinya akan diperoleh dari air susu ibunya.
Kemudian prosesi dilanjutkan dengan memercikkan minyak likat baburih kepada sang bayi dan orangtuanya atau yang dikenal dengan sebutan tapung tawar. Prosesi ini dilakukan oleh patuan guru dan diikuti oleh para tetua serta tamu-tamu yang hadir. Prosesi ini dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan sang bayi dan orangtuanya dari semua pengaruh buruk yang mungkin tertinggal.
Dalam masyarakat adat banjar, prosesi tapung tawar ini biasanya juga dibarengi dengan pembacaan shalawat atau puji-pujian kepada nabi muhammad saw yang diiringi oleh tetabuhan alat musik rebana.
Selanjutnya, sang bayi digendong oleh orangtuanya dan berkeliling menghampiri para tetua, yang secara bergantian akan memercikkan minyak likat baburih, diiringi dengan do’a-do’a dan harapan untuk kebaikan sang bayi kelak.
Setelah prosesi tapung tawar selesai, maka berakhirlah seluruh tahapan upacara pemberian nama anak dalam tradisi masyarakat adat Banjar, Kalimantan Selatan.
(dari berbagai sumber)
Salah satu upacara yang berkaitan dengan kelahiran seorang bayi adalah upacara pemberian nama. Setelah bayi dilahirkan dari rahim ibunya, merupakan kewajiban bagi orangtua untuk memberikan nama yang baik kepada bayinya.
Upacara pemberian nama anak dalam tradisi masyarakat adat Banjar, Kalimantan Selatan, dikenal sebagai upacara “Mangarani Anak". Secara lengkap, visualisasi dari upacara ini dapat Anda lihat di program RITUS yang ditayangkan oleh Borneo TV.
Pada masyarakat Banjar, pemberian nama kepada seorang anak dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama, dilakukan langsung oleh bidan yang membantu kelahiran anak tersebut. Proses ini terjadi, saat bidan melakukan pemotongan tangking atau tali pusat. Pada saat itulah, bidan akan memberikan nama sementara yang diperkirakan cocok untuk anak tersebut.
Sewaktu pemotongan tangking atau tali pusat bayi, bidan akan memasukkan atau melantakkan serbuk emas dan serbuk intan ke dalam lubang pada pangkal pusat sang bayi. Hal ini dimaksudkan, agar sang bayi kelak ketika dewasa memiliki semangat yang keras dan kehidupan yang berharga, selayaknya disimbolkan oleh sifat intan dan emas.
Setelah Islam masuk ke tanah Banjar, proses mangarani anak ini, berkembang secara resmi menjadi sebuah ritual islami yang disebut dengan batasmiah, dari kata tasmiyah dalam bahasa arab, yang artinya membaca bismillah. Pemberian nama anak pada tahap kedua ini, kini menjadi ritual yang umum dilaksanakan oleh masyarakat adat Banjar. Biasanya, ritual ini dilakukan setelah bayi berumur 7 hari atau setelah tali pusatnya mengering dan terlepas dari pangkal pusat.
Kentalnya pengaruh islam dalam kebudayaan masyarakat banjar, menyebabkan proses upacara mangarani anak ini, seringkali dilakukan dalam satu rangkaian dengan upacara aqiqah, yaitu pemotongan kambing sebagai hewan kurban untuk disedekahkan kepada fakir miskin dan kaum kerabat, sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME atas karunia seorang anak. Selain itu, upacara inipun disertai pula dengan upacara tapung tawar, yaitu memercikkan minyak khusus kepada bayi dan ibunya, diiringi oleh do’a-do’a penolak bala dari para tetua masyarakat dan sanak saudara. Dengan demikian, upacara mangarani anak ini, sarat akan nilai-nilai, baik nilai keagamaan maupun sosial-kultural.
Kelengkapan utama yang harus dipersiapkan dalam upacara ini disebut sebagai piduduk, terdiri dari :
- Minyak likat baburih, yaitu minyak yang dimasak dari minyak kelapa dicampur bunga-bungaan dan lilin.
- Beras, gula merah, air kelapa, dan sebuah gunting.
Dalam kepercayaan masyarakat banjar, bahwa nama yang diberikan kepada seorang anak akan berdampak bagi kehidupannya di masa yang akan datang, karena nama adalah sebuah doa, yang merefleksikan sebuah harapan akan kehidupan yang baik bagi sang bayi kelak. Sehingga, seringkali para orangtua meminta bantuan kepada tokoh adat atau alim ulama atau patuan guru dalam menentukan baik tidaknya nama yang akan diberikan, sekaligus memimpin jalannya prosesi upacara.
Tahapan awal dari upacara mangarani anak adalah pembacaan ayat-ayat suci al qur’an. Selain bernilai ibadah, pembacaan ayat-ayat suci al qur’an ini dimaksudkan agar sejak kecil sang bayi mengenal al qur’an yang merupakan kitab panduan bagi kehidupan umat muslim. Sehingga diharapkan kelak, kehidupannya akan sesuai dengan norma-norma yang terkandung dalam kitab suci al qur’an.
Prosesi selanjutnya adalah pemberian nama kepada sang bayi atau tasmiyah sekaligus aqiqah. Prosesi ini dipimpin langsung oleh patuan guru dalam tatacara menurut ajaran islam.
Setelah nama yang telah ditentukan resmi diberikan kepada sang bayi, prosesi dilanjutkan dengan pembacaan do’a-do’a yang dimaksudkan agar sang bayi, orangtua, dan keluarganya, mendapatkan keselamatan dan rahmat dari Tuhan YME.
Prosesi selanjutnya, adalah pemotongan sebagian kecil dari rambut sang bayi. Hal ini merupakan simbol dari menghilangkan gangguan dan pengaruh buruk yang mungkin akan mengiringi sang bayi. Nantinya, potongan rambut ini harus dibeli oleh salah satu sanak saudara dari orantua sang bayi, dengan cara barter atau menukarkan potongan rambut tersebut dengan sesisir pisang emas. Hal ini dimaksudkan agar pengaruh buruk tersebut tergantikan dengan kebaikan dan kesejahteraan yang dilambangkan oleh pisang emas.
Selanjutnya, patuan guru mengoleskan sedikit gula merah yang telah dicelupkan ke dalam air kelapa ke bibir sang bayi. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol pengenalan manis pahitnya kehidupan dunia dan mengandung harapan agar hidup sang bayi kelak berguna bagi kehidupan masyarakat seperti sifat kedua benda tersebut. Selain itu, gula merah dan air kelapa merupakan simbol darah merah dan darah putih dalam tubuh sang bayi, sehingga diharapkan nantinya sang bayi diberikan kesehatan tubuh sepanjang hidupnya. Tahapan ini juga dimaksudkan untuk mengajari dan merangsang kemampuan sang bayi mengisap makanan yang nantinya akan diperoleh dari air susu ibunya.
Kemudian prosesi dilanjutkan dengan memercikkan minyak likat baburih kepada sang bayi dan orangtuanya atau yang dikenal dengan sebutan tapung tawar. Prosesi ini dilakukan oleh patuan guru dan diikuti oleh para tetua serta tamu-tamu yang hadir. Prosesi ini dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan sang bayi dan orangtuanya dari semua pengaruh buruk yang mungkin tertinggal.
Dalam masyarakat adat banjar, prosesi tapung tawar ini biasanya juga dibarengi dengan pembacaan shalawat atau puji-pujian kepada nabi muhammad saw yang diiringi oleh tetabuhan alat musik rebana.
Selanjutnya, sang bayi digendong oleh orangtuanya dan berkeliling menghampiri para tetua, yang secara bergantian akan memercikkan minyak likat baburih, diiringi dengan do’a-do’a dan harapan untuk kebaikan sang bayi kelak.
Setelah prosesi tapung tawar selesai, maka berakhirlah seluruh tahapan upacara pemberian nama anak dalam tradisi masyarakat adat Banjar, Kalimantan Selatan.
(dari berbagai sumber)
5 comments:
wah kalu aku kada tahu lagi rinciannya tuh, untung ada postinganmu nih ceng jadi mulai tahu agi
@mahen:
naitu punk dingsanak ai... adat basanding syariat ne ngarannya... :)) sapa tw kaina bisi anak cucu, kada luntur adat tradisi padatuan... thx dingsanak laaaahhhh.... :X
Muantap artikelnya bermanfaat :)
Ini nang auk katuju dinsanak ae, orisinil :)) Buh lah dinsanak auk sikungnya badahulu komeng sudah :))
bakajal jua ah
Silakan tinggalkan jejakmu disini